TANAMAN SEKITAR RUMAH

Orang-orang tua kita jaman dahulu, dengan kearifan lokal yang mereka miliki turun temurun, telah memberikan contoh terbaik dalam menata rumah, agar tercipta interaksi sosial yang natural, alamiah, dan ilmiah (wkwkwk,,,ciyuss).

1. Pohon Batas dan Penanda Wilayah (Wit Dadahan)/ Pagar Hidup.
a). Teh-tehan
Image result for wit teh-tehan
Gambar teh-tehan yang saya ambil dari:(https://finadini.wordpress.com/2014/01/17/berbuat-menanam/)
Di desa-desa terutama di dalam masyarakat Jawa ada dikenal banyak tanaman sesuai dengan fungsinya di masyarakat, misalnya pohon dadah (wit dadahan, huruf "d" dalam "dada") biasanya pohon untuk dadah berupa pohon atau uwit teh-tehan (karena bentuk daunnya yang seperti daun teh), namun tidak bisa diseduh sebagaimana daun teh.
Pohon dadah/ uwit dadah yang serupa pohon perdu tersebut difungsikan sebagai pohon pembatas antara rumah satu dengan yang lain, atau antara wilayah rumah dengan jalan manusia, jalan umum, atau antara kebun milik kita dengan milik tetangga.
Menurut laman ini:https://kesehatandia.blogspot.co.id/2016/02/manfaat-dan-khasiat-tanaman-teh-tehan.html
pohon teh-tehan ini mempunyai manfaat kesehatan, namun menurut laman tersebut teh-tehan bernama latin Duranta erecta.
Akan tetapi setelah saya crosscheck di rumah Mbah Google ternyata Duranta erecta berbeda dengan teh-tehan yang saya maksud. Jadi, belum bisa disimpulkan apakah teh-tehan yang mempunyai khasiat pengobatan adalah Duranta erecta versi Wikipedia-nya itu ataukah teh-tehan yang saya maksudken.

b). Pohon penanda
Jaman dahulu, orang-orang tua di desa menanam tanaman yang berbeda dengan tanaman tetangga, paling tidak ada yang khas. Maksudnya beginu,,,begono,,begini,, meskipun di desa kita misalnya daerah penghasil salak, dimana mayouritasnya berbudidaya salak, maka orang tua kita akan menanam pohon Dadah sebagai batas dan pohon selain tanaman salak sebagai tanaman khas, misalnya pohon waru.
Image result for waru
Bunga Waru
Hal ini ini dimaksudkan agar orang tua kita ketika menunjuk pekarangan kita cukup dengan "itu yang ada warunya" sehingga ketika pergi ke kebun salak mereka berujar, ayo ke kebun salak yang ada warunya, atau ada awar-awarnya atau yang ada mlandingnya, dan sebagainya.
Bukankah kearifan lokal ini sangatlah tinggi nilainya? Betapa ilustrasi di atas hanyalah sebagai contoh,,ya,,,contoh,,, doang dari tingginya nilai kearifan lokal orang-orang tua kita.